Mata Merah
TULISAN TANPA EDITAN DARI PENULIS
MAKANYA TATA BAHASA DAN LOGIKANYA TIDAK ADA
DITULIS PADA WORKSHOP CERPEN KOMPAS
TANTANGANNYA, HARUS MENGGUNAKAN 4 KATA UNTUK MEMBUAT CERPEN
(yaitu: PASAR BURUNG, IKAN, MERAH, MAUT)
MUNGKIN SUATU SAAT AKAN KUEDIT
TAPI TAK JANJI
Oleh: Radiah Annisa
Setiap kulihat keluar jendela, aku ingin
mencungkil matamu, atau meremuk jantung busukmu.
Aku,
selalu menaruh curiga pada pasar burung di seberang tempat tinggalku. Tatapan mata
salah satu burung itu sangat tak
kusukai. Berwarna biru pucat, aku ingin membunuhnya, namun, tak pernah bisa
kulakukan.
Pernah
suatu waktu aku melihatnya membunuh saudaraku. Seekor burung membunuh saudaraku.
Kulihat itu di layar kotak miliki tuanku. Bahkan lebih parah, karenamu aku ada
disini, terkurung disini. Kebencianku semakin menjadi-jadi.
Ini
semacam dendam. Pernah, selalu dan akan kurencanakan sesuatu yang akan
mengakhiri hidupmu burung sialan. Lihat saja, mautmu ditanganku. Pernah suatu
waktu kudengar orang bercerita, sebab kaulau aku terkurung disini,
Bukan
saja sekali, tiap hari berkali-kali kau memperlihatkan keanggunanmu yang sangat
memuakkan, menggoda calon pembelimu, yang semoga hanya selaku calon selamanya.
Rumahku
segiempat dengan nuansa transparan, rumahmu sangkar dengan jeruji di segala
arah. Kita berbeda, memang berbeda dalam segala hal. Aku bahagia kau terkurung
di sangkar yang tak ada manusia yang akan melepasmu. Baiklah akan kumulai
misiku. Membunuhmu.
Hari
itu, hari yang berbeda dari biasanya, semacam mimpi di dalam mimpi, kumerengek
kepada tuanku untuk dibawa lebih dekat kepadamu, aku ingin mneyentuhmu,
meraasakan ngerinya bulumu, melucuti bulu merah itu, memegang dasar kulitmu,
lalu kukorek kulit-kulit itu dan kuremuk tepat di jantung.. Sialnya, ada saja
yang menghalangi langkahku menghabisinya. Aku pernah dengar, ambisi sepertiku
adalah psikopat.
Suatu
malam, kita bertemu, kaumengajakku berdamai perihal saudaraku yang kaubunuh
beberapa waktu lalu. Tapi aku tak mau dengar itu, perihal saudaraku yang
kaubunuh sudah hampir bisa kumaafkan. Tapi, matamu, matamu, aku tak suka. Benar-benar
tak suka.
Hari
yang kutunggu-tunggu akhirnya datang juga. Setelah semuanya aman, kuambil
sebilah pisau dan kubawa menuju rumahmu, kauketakutan, ini sejarah, seekor
burung takut padaku. Kuciumi kulitmu, menembus bulu-bulu halus berwarana merah
sebelum kucungkil kasar, dan menggenggam jantungmu yang sedari dulu kuinginkan.
Matamu biru pucatmu juga mulai kuwanti-wanti.
Ah,
aku tak berani. Tapi akan kuberanikan segalanya agar kautak merusak hidupku
dengan pikirku padamu, sialan.
Ambisiku
kudapati sekarang, jantung dan matamu menjadi makananku.
Semuanya
hanya mimpi, sebab aku hanyalah seekor ikan bermata merah. (*)
Same Hotel, Makasssar, 3 Juni 2015
Komentar
Posting Komentar