Jangan Sampai Mereka Tahu Aku Lesbi

Kudapat inspirasi menulis cerita di Kamar Ramsis Unhas, Makassar, Selasa, 19 Februari 2012. 02.30 malam.
Ajari aku, bagaimana harus menolak takdir?
"Ketika kau membaca ini, jangan pernah lupa kalau aku adalah seorang PEREMPUAN."
***
Dag dig dug… Jantungku berdebar kencang. Dua sosok cantik di kiri dan kanan ku mengacaukan konsentrasiku yang berupaya menyimak pelajaran dosen yang membawakan pelajaran Fonetik dan Fonologi bahasa Inggris Selasa ini. Meskipun ku coba untuk meluruskan pandangan agar tak melihat mereka, tetapi tetap saja terlihat melalui ujung-ujung mata kiri dan kanan. Konsentrasiku buyar.
Dua wanita itu sangat cantik bagiku, rambutnya panjang, kulitnya putih mulus, semua syarat wanita cantik ada padanya. Meski salah satu dari mereka tak satu kepercayaan denganku. Aku muslim, Nindy juga muslim, sedangkan Lisa katolik. Kami bertemu di aula kampus untuk pertama kalinya, saat penerimaan mahasiswa baru. Aku, Nindy dan Lisa memang tak terlalu akrab, tetapi karena kami satu jurusan di fakultas ini dan kami selalu saja berada dalam kelas yang sama, sehingga harus memaksaku untuk selalu saja menatap mereka.
Kelainan seks yang kualami saat ini memang sudah kurasakan sejak duduk di bangku SMA. Karena postur tubuhku lebih tinggi dan maco dibandingkan dengan perempuan lain seumuranku, di tambah lagi rambut pendek cepak milikku, aku selalu saja dikira seorang lelaki. Banyak teman-temanku yang bilang bahwa sebenarnya aku cantik, tetapi jika menjadi laki-laki aku lebih ganteng.

Sebenarnya aku tak mau seperti ini, aku mau hidup normal, mencintai seorang laki-laki seperti perempuan lain yang menceritakan hari-harinya bersama pacar mereka. Tetapi tidak bisa, aku memang bisa mencintai laki-laki, tetapi cinta yang hanya sebatas kakak dan sahabat, tidak seperti mencintai seorang wanita. Ada rasa aneh tersendiri yang kurasa. Dan itu terjadi hanya jika aku bersama seseorang yang bertitel perempuan, sepertiku.
***
Ada trauma masa lalu yang membuat setan – setan itu membuat hatiku seperti ini. Ketika itu usiaku baru 14 tahun, kakak sepupu laki – laki yang lebih tua 5 tahun dariku, pernah hampir melecehkanku di rumahku sendiri.  Jika hanya sekali, aku bisa terima bahwa dia sedang khilaf seperti pengakuannya. Tetapi nyatanya sudah lebih dari 5 kali ia hampir menuruti bisikan – bisikan iblis yang bersarang di otak busuknya. Beruntung hal itu tak pernah terjadi. Selalu saja ada yang menggagalkan, entah itu ada ketuk pintu dari luar atau kutendang 'alat'nya.
Sudah berapa kali aku hampir melaporkan kejadian ini pada ayah dan ibuku, tetapi selalu saja gagal, setiap aku ingin menceritakannya, mereka selalu saja bilang, ayah dan ibu capek pulang kerja, besok baru kau bercerita. Mereka sama sekali tak memperdulikan anak semata wayangnya ini.

Aku ingat ketika pelecehan terakhir kali yang hampir dia lakukan, dia merobek pakaian yang kukenakan, hingga nyaris tak berbusana, dia juga menggunting rambut panjangku hingga di atas leher. Aku berontak, terjatuh, menangis sejadi – jadinya, tetapi dia begitu kuat memegang tanganku dengan kasar. Untung saja, ketika dia sedikit lalai, langsung ku ambil gunting yang berada tepat di bawah tanganku. Dan, tcap…tcap, ku tusuk betisnya berkali – kali hingga dia tak berdaya. Tanganku gemetaran, melihat darah – darah bercucuran deras keluar dari kulitnya, ku ambil selimut di atas ranjang untuk menutupi tubuhku, kemudian keluar dari rumah yang penuh dengan nafas – nafas iblis itu.

Sejak saat itu, aku bergabung dengan kelompok pencat silat karate di daerahku dan hingga sekarang aku aktif di UKM Karate kampus.  Aku tak mau lagi menjadi perempuan lemah yang bisa diapa –apa kan saja oleh lelaki hidung belang seperti sepupu kurang ajar itu. Sejak saat itu, hidupku berubah, aku tak pernah lagi punya rambut panjang indahku, dan aku tak pernah merindukannya. Aku bahagia dengan hidup baruku, bersama teman – teman karate yang sebagian besar adalah kaum adam, sehingga kepribadianku berubah layaknya seorang laki – laki. Sejak itu pula, ayah dan ibuku bercerai, lima bulan kemudian ayah menikah lagi, kemudian disusul oleh ibu. Ah, aku tak peduli itu, yang penting, uang mereka selalu masuk ke kantongku setiap bulannya.
***
Tiba – tiba saja ada rasa ingin curhat kepada seseorang tentang kelainan yang aku alami 5 tahun terakhir ini. Aku ingin sembuh, dan butuh nasihat. Pernah terbersit di pikiranku untuk ke psikiater, tetapi aku malu, apa nanti kata teman – temanku jika mereka tau aku tak normal. Mungkin mereka akan menjauhiku. Pernah juga rasanya aku ingin menjalani ini semua seperti orang – orang berkelainan sepertiku. Melampiaskannya di bar – bar dan diskotik – diskotik, mencoba menelan pil yang katanya bisa membuat semua masalah selesai, dan bisa membuat kita melayang – layang di surga. Pernah juga ada fikiran yang lebih fatal lagi, yaitu mengakhiri hidup.

Tetapi aku masih berfikir rasional, setelah mati, apakah kita hanya jadi mayat yang tidak melakukan apa – apa? Ah, kufikir semuanya masih butuh pertanggungjawaban, dan aku tak tahu apa yang harus kupertanggungjawabkan. Pernah ada rasa prasangka buruk pada dzat yang mengaku Tuhan itu. Teganya dia membuat hidupku seperti ini.

Dan tiba saatnya di suatu malam sekitar pukul 09.00 di kamar kost sahabatku, namanya Naya. Ku ceritakan semuanya, awalnya ekspresinya cemas, takut, aku mengerti dia kaget, jangan sampai dia mengira bahwa aku juga menyukainya. Tetapi setelah mengeluarkan semua unek – unek ku pada sahabatku itu, akhirnya dia mengerti. Dia bilang bahwa usahakan jangan pernah melihat Nindy dan Lisa. Katanya itu akan membuatku semakin mencintainya. Dia juga menyarankan untuk mencoba berpacaran dengan laki – laki. Dan berbagai nasehat – nasehat dia lontarkan.

“huh, kau bisa berkata seperti itu, tapi kau tak tahu bagaimana menjalani menjadi perempuan yang menyukai perempuan pula, sepertiku”, gerutuku dalam hati sembari masih mendengar nasihat – nasihat Naya yang sangat tidak berpengaruh menurutku. Berpacaran dengan lelaki? Ah, aku tak suka makhluk itu.
   
             Dan mulai kujalani hari – hari di kampus seperti biasa, dan tetap hanya Naya yang tahu soal ini. Setiap masuk kelas, aku tak berani menatap sekeliling ruangan, takut jika Nindy atau Lisa beradu mata denganku. Jam kuliah Pendidikan Agama mulai masuk, aku tenang karena pasti Lisa tak ada. Tetapi tiba – tiba Nindy masuk ke kelas dan lewat pas di hadapanku, seketika Naya menghalangi pandanganku dengan sebuah kertas. Hati ini tak bisa diajak kompromi, tetap saja berdegup kencang setelah mengetahui dia berada di kelas yang sama denganku.
Setelah jam kuliah selesai, aku langsung pulang dengan tergesa, tak ingin berbalik ke belakang. Naya juga berjalan cepat mengikuti langkahku, seakan mengerti apa yang harus dia perbuat.

             Malam hari lagi, 19 Februari 2013. Malam ini aku tak bisa tidur, kost ku sepi, aku tak bisa tidur sebelum bercerita – cerita dengan siapa saja, berhubung teman sekamar ku sedang pulang kampung, kuputuskan untuk mengunjungi temanku di kamar sebelah. Namanya Radiah Annisa, kami biasa memanggilnya Diah. Ternyata di kamarnya bukan saja hanya ada Diah dan teman sekamarnya, tetapi juga ada 2 orang teman yang kebetulan menginap di kamarnya. Salah seorang diantaranya adalah aktivis atau akhwat yang aktif berdakwah dan berorganisasi keislaman, namanya Humairah. Karena Diah sudah tidur akhirnya aku hanya bercerita – cerita bersama Humairah. Dari hal – hal lucu sampai serius, dari cerita kampung sampai cerita kampus, dari yang biasa sampai yang bersifat tabu.

                Sampai pukul 03.00 malam kami bercerita. Humairah menceritakan pengalaman hidupnya, yang sangat tidak islami dan “nakal” di masa lalu. Hingga akhirnya sekarang bisa menjadi muslimah yang menutup semua auratnya tanpa pernah dilihat oleh lelaki manapun. Sesekali dia mengeluarkan ayat – ayat Allah dan hadist dari Rasulullah, yang menguatkan dan mempertahankan dia sampai pada keislaman yang kaffah.

Aku dan Humairah ternyata hampir memiliki kisah hidup yang sama, orangtuanya juga bercerai, hampir pernah dilecehkan oleh saudara sepupu sendiri, suka nonton film 'blue' sampai larut tengah malam, suka main karate, dan masih banyak kesamaan lainnya. Yang beda hanyalah aku menyukai perempuan, sedangkan dia masih menyukai laki – laki.

Sampai akhirnya, ketika tepat pukul 03.15 malam, kuberanikan menceritakan tentang kelainanku ini. Sebelumnya, keperhatikan sekitar ruangan, Diah sudah tidur, teman kamarnya juga sudah tidur, dan teman yang satu lagi juga sudah tidur. Tinggal aku dan Humairah.

Dan kumulai bercerita meski agak canggung. Malam ini aku baru bertemu dan kenal dengan Humairah, tetapi aku berani menceritakan aib ku ini. Raut wajah Humairah tak ada ekspresi kaget dan cemas mendengar pengakuanku sebagai perempuan tak normal. Dia terlihat tenang, seakan mengerti harus bersikap bagaimana, tidak seperti ketika kuceritakan pada Naya.

Dia memberi nasihat tanpa menggurui sedikitpun, dibarengi dengan penjelasan ayat alquran dan hadist serta tentang kisah di zaman Nabi Luth. Dimana seseorang yang menjalin hubungan dengan sesama jenis mereka sendiri akan di beri azab yang sangat pedih dari Allah. Menakutkan memang kedengarannya, tetapi itu nyata termaktub di dalam alqur’an. Tapi sekali lagi aku katakan, aku tak pernah mau dilahirkan seperti ini, aku mau normal, dan Dia tak mendengar keluh ku.
Humairah bilang yang bisa mengubah hidup kita adalah kita sendiri. Hidup adalah pilihan, dan hanya ada dua pilihan, kanan atau kiri, baik atau buruk, surga atau neraka. Dan pilihan itu ada di tangan kita. Sholat lima waktu dan lebih baik lagi jika ditambah dengan shalat sunnah pagi dan malam, berpuasa sunnah minimal senin kamis, bersedekah, dan yang paling penting menjaga hati, pandangan, dan kemaluan. Memakai pakaian yang menutup aurat dengan sempurna, maka Allah menjamin kita tak akan pernah dilecehkan dan diganggu. Seperti dalam firman Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 59.
“Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri – istrimu , anak – anak perempuanmu, dan istri – istri orang mukmin, hendaklah menutup jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih muda di kenal, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha pengampun. Maha penyanyang. “
                Suatu hari, Humairah berjanji akan membantu menyelesaikan masalah ini dengan mengantarku berkonsultasi dengan psikiater yang juga mengerti agama. Semoga ini awal kesembuhanku. Meski entah kapan ini berakhir. Aku tak yakin 'sembuh'. Aku hanya ingin normal.

Jangan sampai mereka tahu aku Lesbi.
***

Komentar

  1. dan juga seorang cerpenis.. ck ck ck luar biasa.. berkunjung di bassicor.blogspot.com

    BalasHapus
  2. wetss.. bassicor.blogspot.com
    kereeennnn postingan2nyaa.. (y) ^^
    kak samad gitu.. :D

    BalasHapus
  3. ooch...jdi cma cerpen...pdhal dah serius bgt bacanya...smpe t'hanyut...tertipu aq...
    saking bagusny ceritany... *2 thumb up* b^0^d

    BalasHapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  5. Yakin ini cerpen yang hanya kau buat begitu saja?
    I dont think so, maaf2 aj kalau ak negatif fikiranny...
    Itu ak, hampir 70% ceritamu d alami olehku, tp yg membedakan ak merasa beda sejak umurku 4 tahun, ak sudah merasa aku bukanlah fisiku...dan juga sampai sekarang ak tdak menceritakan aib ku. Sedih rasanya orang bisa merasakan cinta dan kasih sayang yang real,,,ak hanya mengImajinasikanny...haha lucu dalam imjinasiku ak adalah seorang laki2 yang tangguh yg kuat akan agamany dan bisa melindungi perempuan,,,but it just IMAGINATION. Maybe it can be real but 3%, ak pernah dari SMP sampai kuliah semester 1 ak berdoa d setiap malamku, d setiap sholatku untuk meminta-Nya merubahku mnjadi seorang laki2....kadang ak berdoa juga untuk minta disembuhkan....Tapi yaa ini jalanku, aku terima lah toh yang megalami ini bukan hanya ak, yg kasusnya sam sepertiku berarti Allah memberikan harga mahal bagi kita atau kita hamba2ny yg terpilih, sampai kita bisa mengakhiri dengan masih memendam dan tentunya d jalan Allah (amiiin) :). Ak bagaikan pemain film yg jago Akting untuk berpura-pura mencintai sorang laki2 dan menceritakan kepada teman2 dekat perempuan dengan gaya perempuan centil kegirangan. (wlooo rasanya ak pngin muntah) Hah...kok jd cerita ya....ya gk papa sih moga orang yg megalami hal yg sama, tidak terjerumus. Kadang sedih juga liat cewek2 tomboy yg melampiaskan hidupny ke arah yg getting worst...pacaran sama jenis lah dll....(jujur ad rasa ingin seperti mereka, tp entah kenapa kekuatan agama yg membuatku untuk jangn mlakukan hal itu). Satu g yg membedakan ceritamu dan kisah nyataku ak Tidak Pernah Mau Di bilang Lesbi (karena lesbi bagi cewek yg sudah berpacaran dengan sesamany...) Ak hanya Pengagum mahluk ciptaan Allah yg paling indah yaitu Perempuan :)...semoga komenku ini banyak diread oleh perempuan2 dibelahan Indo....untuk membuktikan d luar sana bukan hanya kamu yg mengalaminya....:) Wassalamm, Matur Nuwun untuk sang penulis :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Insya Allah saya bisa bantu..
      54BF0841
      087884300609
      ikhtiar dan ayo berusaha terus..!

      Hapus
  6. Terima kasih komentnya Poni Po, sebenarnya ini kisah nyata teman saya, dan tokoh Diah itu adalah saya. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Insya Allah saya bisa bantu teman mbak
      pin BB : 54BF0841
      087884300609
      apa salah nya kita berIkhtiar

      Hapus
  7. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  8. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  9. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mba, maaf sya cm pengen sharing aja meskipun postingngannya sdh setahun lalu.
      Menjauhinya malah semakin menyakitkan, lebih baik tetap saja berteman sesuai syariatnya, kita harus tau batasannya, sertakan Allah dlm berteman dgnnya, insya allah hati tidak akan dikalahkan oleh nafsu.

      Hapus
  10. Hm.. meskipun bukan cerita yang diatas 18+ tetep aja ada komen "ayo beli ini""alat ini""ini itu", hadeh...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi: Tugu Monas Ibu Kota

Namaku dari Sudut Pandang Makhluk Lain