Menantang Tangga Seribu Menuju Air Terjun Bulan


Nb: kenangan bersama teman – teman FLP Unhas di TOWR IV Malino.
***
Forum Lingkar Pena ranting Unhas
Cerita ini, jika baru kutulis sekarang memang sudah agak basi (tapi kalau dipanasin ulang mungkin masih bisa sedikit enak, hehe).
Kejadiannya Desember tahun lalu. Tentang kisah anak-anak FLP di Malino. Hari itu adalah perekrutan anggota baru Forum Lingkar Pena ranting Unhas.
Setelah memenuhi beberapa persyaratan untuk ikut TOWR (Training of Writing and Recruitment) Malino yaitu buat cerpen, essay, 4 kali sekolah menulis di Lt3 dan 100ribuan. akhirnya  tepat hari sabtu pagi 1 Desember 2012 kami berangkat ke Malino Kab.Gowa. kami akan stay di Malino selama 1 malam 2 hari. Yah Sabtu dan Minggu.
sekolah menulis di Lt3
Para peserta menggunakan jasa bus kampus, sedangkan panitia naik pete-pete dan sebagian lagi naik motor. Ini kali pertama aku ke Malino, dan kali pertama ini bersama anak – anak FLP unhas. Baiklah, dan akan kumulai bercerita.
***
Kami sampai di Malino sekitar pukul 3 sore, makan siang lah kita, lalu pembukaan TOWR, dapat materi pertama dari kak Nendenk tentang ke-FLP-an, dan bla bla bla sampailah kita di malam bedah karya. Cerpen semua peserta di bedah, di pisau-pisau, di keluarkan semua isi perutnya. Malu sih sebenarnya, cerpen di baca sama kakak-kakak FLP yang sudah berpengalaman dalam dunia tulis menulis.
malam bedah karya
Satu lagi Yang paling memalukan  malam itu. Di games yang di tutori sama kak Isma, saya menjadi orang yang pertama kalah. Yah taulah kalau kalah pasti dapat hukuman. Ya ampun, saya naik kedepan dan disuruh membuat kata-kata seperti berpuisi dan kata-kata yang harus digunakan adalah kata yang berkaitan dengan  benda yang diberikan panitia.
Benda pertama yang diberikan adalah sebungkus saos kacang. Apa coba puisi yang cocok untuk sebuah saos kacang?
saya bilang saja “Hidup itu seperti saos kacang, kadang manis, kadang pedis, bla bla bla” ahhh -__-
hukuman games, senyum sadar kamera. hehe
Malino 04.00 subuh. Udaranya menusuk sekali, airnya mungkin sampai minus beberapa derajat celcius. Dinginnya sampai menembus sum – sum. Gigiku menggigil, tetapi kami harus bangun untuk melaksanakan shalat lail bareng, maklum anak – anak FLP adalah mahasiswa – mahasiswa yang taat beragama alias alim-alim gimana gitu( ciee ).
Rasanya tak ingin meninggalkan bantal dan selimut di pembaringan. Tetapi harus  melawan rasa kantuk dan dingin yang menusuk untuk segera mengambil air wudhu yang dinginnya minta ampun. Dan akhirnya kami pun shalat lail.
***
Sebenarnya aku hanya ingin bercerita tentang tangga seribu menuju air terjun bulan. Perjalanan yang sungguh melelahkan, tetapi menyimpan begitu banyak kenangan. Paginya kami outbound. Games ini games itu dan saatnya menuju air terjun bulan. Horee. Kami di bagi menjadi beberapa kelompok. 
*****
Bismillahirrahmanirrahim. Saatnya menuruni satu demi satu anak tangga. Anak tangga 10, 20, 30…empaaatt puluh.. huffhh masih semangat… 100….200.. ahhh capek, “semangat teman-teman”, suara penyemangat sering terdengar di antara kami. 300…400 ampun sudah,  gemeteran kaki ku. Dag dig dug jantungku (bukan karena lihat pangeran tampan nah, haha) sesekali kami beristirahat, meski Malino dinginnya minta ampun tetapi keringat terus bercucuran di sekujur tubuh.
menantang terjal, menuju air terjun impian. mdd
“Ayoo teman – teman jangan terprovokasi”, suara yang  bangkitkan semangat selalu menggema di antara pohon – pohon liar di kiri dan kanan kami.. hihi. Hehe. Mungkin ini sudah tangga ke 500an, hauss, tapi tidak ada yang bawa minum, panitiaa… panitia.. minumm..hauss..hauss.. hehe. Selalu saja panitia menjadi objek keluhan.
Drukk.. “astaga, jatuh hapeku”, salah seorang peserta terjatuh hapenya ke dalam jurang, kami semua menyusuri setiap sudut jurang, aduh hapenya tidak kelihat. “miscall.. miscall ki”. Tut..tut..tut.. “aih ndak aktif”. Tiba – tiba ada seorang panitia yang entah siapa namanya dengan beraninya turun ke dalam jurang demi mengambil hape milik peserta. (so sweetnya) hehe. Tersirat dalam fikiranku, bagaimana jika kakak panitia itu tidak kembali lagi hanya demi menyelamatkan sebuah hape. Ahh ngaco, dan ternyata beliau kembali. Alhamdulillah.

Terjal… licin… jauh… becek… entah apa, selalu saja ada kecemasan yang muncul setiap menyusuri satu anak tangga. Kalau saja aku jatuh, kalau saja aku tersesat, kalau saja dimakan srigala, kalau saja ada tarzan cari jodoh.. ehhh.. ngawur deh.
***
Dan akhirnya. Usaha keras menuruni tangga seribu terbayar sudah. Air terjun bulan berjatuhan bagai tirai bening yang mampu sejukkan mata dan hapus semua penat.
Alhamdulillah, terbayarlah rasa capek dan haus ini, meski tanpa harus minum air.
berfoto di air terjun bulan
Saatnya menulis, yah memang harus menulis, kami kan anak – anak FLP.
 “semuanya harus membuat karya, terserah cerpen atau puisi” kakak panitia mengarahkan.
Dan pada saat itu yang kubuat adalah puisi, judulnya SYAIR UKHUWAH, (yang telah saya posting di blog beberapa minggu lalu).

Saatnya mengabadikan moment – moment di sini. Ceklik… ceklak…ceplak… suara kameranya kakak panitia berkali – kali mengambil objek – objek indah. Salah satunya aku. Ih’haa (narsis)
seriusnya menulis, SYAIR UKHUWAH itu judulnya
mereka team ku
berlatarkan AIR TERJUN BULAN :)
***
SAATNYA PULANG.
Apa??? Stress duluan sebelum beraksi.
Menuruni tangga seribu saja sudah ampun deh, gak lagi lagi. Lah ini harus mendaki, buseet. Tangga pertama, capeeeeeekkk.
masih tangga pertama saja sudah capek, bagaimana dengan tangga – tangga diatasnya. Ampun ma kodong. Helicopter mana helicopter??
Sampai ke anak tangga 20an. Tiba – tiba salah satu peserta sakit,
“kambuh asmaku kak” katanya pelan pada kakak panitia.
Wajahnya pucat, keringat dinginnya  mengucur, napasnya tidak beraturan. Kutelusuri wajah kakak – kakak panitia. Ekspresi cemas kuadrat membias di wajah mereka.
“pelan – pelan saja dek, setiap 10 tangga istirahat”. “peserta yang lain cepat – cepat”.
Yah, hanya sampai adegan ini saya melihat tragedy peserta yang sakit itu. Yang katanya juga kesurupan. Astaghfirullah. Semoga semuanya baik baik saja.
Tidak pake panjang kali lebar, akhirnya sampailah kita di atas. Dengan wajah yang tidak secantik dan seganteng pertama kali menuruni tangga seribu. Asliiii capeekkk. Tak dapat di definisikan dengan kata – kata.
Langsung saja saya beli sebotol air aqua, air mineral di Malino ini meski tidak disimpan di kulkas tetap saja diingiinnn… nikmatnya..
Pulang ke vila, kami semua bercantik – cantik dan bergagah – gagah ria alias mandi, lalu makan siang. Penutupan, dan saat yang paling melegakan dan juga menyedihkan akhirnya datang. Saatnya pulang ke Makassar, dan kita anak-anak FLP harus berpisah lagi, di kota nantinya pasti sulit mendapatkan moment seperti ini, bersama teman – teman dan kakak – kakak yang baik hati. Bersama orang – orang hebat ini.

Dua hari itu penuh dengan pengalaman berharga. Kan ku kenang selalu, meski kalian tak pernah mengenangku. ( mulai galau kurasa) hehhe..
Mari mulai ber-FLP dengan tiga pilar utamanya. KEPENULISAN, KEISLAMAN, dan KEORGANISASIAN. Goreskan pena, tajamkan dakwah. Kami menulis maka kami ada. Menulis untuk keabadian. JAYALAH FLP ranting UNHAS.
diah.annisa**

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jangan Sampai Mereka Tahu Aku Lesbi

Puisi: Tugu Monas Ibu Kota

Namaku dari Sudut Pandang Makhluk Lain