Nasi Kuning di Pantai Losari

18-12-12
Tempat Penggalangan Dana HEC, losari Beach


“Grrr…grrr…grrr”, ponselku bergetar, tanda pesan masuk. Kuraih benda bergetar itu. Dilayarnya tertera tulisan -1 new message Zulkhaidir HEC-, dengan lincah langsung kutekan tombol pilih untuk membaca pesannya.
 “Sudah bangun?” smsnya,
“Ya”, balasku.
05.00 pagi , tidak seperti hari Minggu biasanya, Minggu kali ini aku harus bangun cepat, sebenarnya bukan hanya aku, tetapi sebagian anggota Hasanuddin English Community (HEC). Hari ini kami semua akan melakukan penggalangan dana kecil-kecilan untuk misi kami mengadakan seminar dan pameran besar-besaran. Penggalangan dana ini kami lakukan bersama-sama di pantai losari Makassar. Kami semua, anggota HEC, akan jualan, yah jualan nasi kuning.
Berdasarkan hasil rapat semalam, jika 50 bungkus nasi kuning terjual habis, kita akan mendapat keuntungan 200 ribu lebih. Wah bagiku itu sudah cukup untuk sebuah usaha anak kampus yang cinta komunitasnya. Hehe
Hanya menjual nasi kuning, aku pikir tidak terlalu sulit. Lagi pula pantai losari di hari Minggu pasti dipenuhi banyak manusia, tak sulit menjualnya  walaupun kami hanya Sembilan orang. Tetapi sungguh, setelah aku menjalani pekerjaan itu, ternyata tak semudah yang kubayangkan. Disini aku belajar apa itu cita, cinta, dan semangat.
 Ke Sembilan mahasiswa penjual nasi kuning dadakan hari Minggu di pantai losari itu adalah:  Kak Naskar(mahasiswa geofisika unhas semester akhir), Kak Arham(mahasiswa sastra inggris unhas semester 5), Kak Rahmat(mahasiswa unhas semester akhir), Kak Zul(mahasiswa teknik pertambangan unhas semester 3), kak Akbar(teknik sem.5), Ihsan, Zakia(mahasiswa ekonomi UMI semester 1), Eva(mahasiswa sastra inggris unhas semester 1) dan tentunya aku sendiri, Radiah Annisa(mahasiswa sastra inggris unhas semester 1). Kami semua anggota HEC yang berasal dari angkatan, jurusan, fakultas, dan universitas yang berbeda. Yang pada akhirnya disatukan oleh Hasanuddin English Community. Komunitas kami. Kamilah Sembilan anak Laskar Losari. Hoho.
***
“Grrr..Grrr..Grrr” ponselku bergetar lagi. -1 new message Zulkhaidir HEC-
 “Skrg Sy Sm K Rahmat Sdh Ada D Dpn ramsis”.
“oh iya, wait a moment”, balasku menggunakan sepotong bahasa inggris, maklum anak HEC. Hehe.
Sesuai rencana semalam, aku dan Eva akan di jemput oleh kak Zul dan Kak Rahmat menuju tempat dimana kami akan memeras keringat yang tak sedikit, pantai losari. Secepat kilat langsung kutemui dua teman sekaligus senior ku itu.
“Eva mana, Diah? Tanya kak Zul,
“masih mandi”, jawabku.
“astagaaa”, secara bersamaan kak rahmat dan kak zul beristigfar tak lengkap.
Sambil menunggu Eva menyelesaikan hukum alam, kami hanya bercerita-cerita ringan, tentang kuliah, ramsis, HEC,rapat, nasi kuning, modal, laba, dan bla bla bla.
Beberapa menit kemudian, dari jarak 15 meter Eva keluar dari kamar ramsis dengan senyum merekah. Orang yang kami tunggu sedari tadi akhirnya datang. Baiklah, sekarang saatnya berangkat. Eva di bonceng oleh kak Zul, dan aku dibonceng kak Rahmat. Entah berapa menit perjalanan, sebelum ke pantai losari terlebih dahulu kami singgah di jalan gunung bawakaraeng untuk mengambil nasi kuning pesanan. Selanjutnya di bawa bersama-sama ke pantai losari.
Pantai losari 06.30 pagi, ramai sekali, mengapa? karena ada festival kebudayaan, ada mahasiswa HMI yang lagi demo anti korupsi, ada senam bersama, ada penjual obat, ada sulap atau apalah aku juga tak mengerti, beberapa mahasiwa yang lagi jualan untuk penggalangan dana juga banyak, pokoknya banyak pedagang yang mangkal di sepanjang jalan penghibur dan sekitarnya.
HEC beloved community

***
Belum sempat berkeliling anjungan buat menjajakan nasi kuning, tiba-tiba seorang ibu setengah baya menghampiri kami.
“Nak, itu berapa?,” tanyanya sambil menjulurkan telunjuk kearah kantong-kantong berisi nasi kuning. Dengan antusias kami semua menjawab pertanyaan ibu itu.
“sepuluh ribu, Bu, 1 nasi kuning dapat segelas air aqua.” Senyum kami mengambang.
“saya beli dua, Nak.”
Alhamdulillah, Semoga ini pertanda baik, belum memulai usaha yang keras sudah dapat pembeli. Semoga jualan kami laku semua, harapan kami.
“ok, sudah laku dua bungkus, pulang yuk!” kak Arham memulai lelucon kecil.
“hahahaha”, kami semua terbahak.
“teman-teman, sekarang kita berpencar yah, kita pergi dua-dua”, lanjut kak Arham.
Kini semuanya berpenjar, Aku bersama Kak Rahmat, Eva bersama kak Zul, kak Arham bersama kak akbar, Irfan dengan Zakia, dan kak Naskar sendirian.
***
“nasiii kuuninggg….nasiii kuninggg… nasi kuning Bu.. Nasi kuning pak, nasi kuning kak, nasi kuning dek..” Semua orang ku tawarkan. “Aaarrrgghhhh”, ingin rasanya aku teriak sekencang-kencangnya. Sudah setengah jam menawarkan nasi kuning untuk semua orang belum ada yang laku, sedangkan kak rahmat sudah menjual dua bungkus. Aku tidak boleh putus asa, kulanjutkan lagi perjalan ku, memegang 3 bungkus nasi kuning dan 2 gelas air mineral. Ku telusuri setiap jalan anjungan pantai losari.
“dek, dek, nasi kuningnya berapa?” seorang perempuan muda bertanya padaku.
“10 ribu kak,”jawabku girang.
“hah? Ndak jadi dek,” dia berlalu.
Beberapa kali kejadian itu terjadi. Yah, memang kusadari harga 10 ribu untuk sebungkus nasi kuning memang terlalu mahal, ketika pertama kali mengetahui harganya pun aku juga kaget, mahal sekali, tetapi inikan penggalangan dana, rugi kalau harus jual harga standar.
Kucoba menjajakan dagangan ini dengan berusaha tetap semangat, seperti semangatnya kak Naskar. Kak naskar jualan dengan sangat ambisius. Sampai-sampai saking semangatnya, kakak yang paling berpengaruh di HEC ini menawarkan nasi kuningnya kepada kami semua. Padahal kita juga sibuk jualan. Astaga.
Pukul 08.00 pagi, nasi kuning pertamaku laku, seorang laki-laki peserta senam yang membelinya, wah, rasanya senang sekali bisa mendapat uang dari hasil keringat sendiri, meskipun pada akhirnya kami tidak mendapat balasan materi apa-apa, selain ilmu dan pengalaman berharga.
Sudah hampir pukul 09.00, kak Rahmat pulang duluan karena katanya ada urusan dengan temannya di kampus. Kak Rahmat memberikan uang hasil jualan nasi kuning padaku dan kemudian mengantarku menuju ketempat jualan kak Naskar, kak Arham, dan kak akbar, kini kami jualan berempat.
“Diah, SMS Eva sama Zul, suruh turunkan harga nasi kuning jadi delapan ribu.” Perintah kak Naskar.
“iya kak”. Jawabku singkat sambil menekan tombol-tombol ponselku.
***
Matahari semakin menyala-nyala, memaksa kami untuk segera menjual habis nasi kuning-nasi kuning ini. Terlihat kak akbar yang paling banyak melariskan dagangan kami. Wah hebat juga kakak teknik ini , orangnya pendiam tapi kerjanya luar biasa. Pukul 10 pagi, nasi kuning turun harga lagi menjadi 7 ribu. Semakin siang semakin turun harga. Dari pada tidak laku sama sekali.
Aku juga membeli satu nasi kuning, maklum lagi lapar juga. Aku membelinya dengan harga awal, yah sekalian nyumbang buat komunitas tercinta. Tak apalah.
Entah, bagaimana ceritanya, tiba-tiba aku terpisah dari rombongan kakak-kakak, untunglah di tengah-tengah riuhnya pasar pantai losari aku bertemu Eva.
“Grrr..Grr..grr..”, getar tanda sms.
“Dek, lagi dimana? Kita sudah mau pulang, kita semua ada di tempat parkir.” Sms dari kak Zul.
“lupa dimana tempat parkir.” Balasku.
“di depan tulisan pantai losari ada pertigaan, masuk di lorong tempat yang pertama kali kita kunjungi, disitu tempat parkirnya.” Balasnya.
Aku benar-benar tidak tahu, sepertinya aku dan Eva tersesat, di pantai losari banyak sekali lorong, entah yang mana yang harus aku masuki. Belum sempat membalas sms kak zul, tiba-tiba sms kak Arham masuk.
“dimana dek?” smsnya
Belum sempat kubalas, kemudian dia menelpon.
“halo, dimana Diah?”
“jalan penghibur kak”
“oh iwqwrtyujkhshndmkkbrhhntt @#$$%^&*()&&%%”
“apaaa?apaaa? Tidak jelas kak suaranya”.
Langsung saja kumatikan teleponnya, karena waktu  itu jaringan simpati ke XL agak gimana gitu.
Tiba-tiba dari belakang datang kak Arham.
“heiii Diah, Eva, tadi di telfon saya bilang berhenti jalan, malah jalannya cepat sekali, capek tau ngejar kalian.” Kak Arham nyerocos ngos-ngosan.
“hehehe, maaf kak.” Aku dan Eva hanya senyum kecil.
Alhamdulillah yah, berkat kak Arham, jadi acara tersesat kami berdua, batal.
Sampai di tempat parkir, semuanya ternyata sudah berkumpul, dan syukur banget karena semua nasi kuning laku. Horee..
“mana hasil ngamennya Diah, Eva?” kak Naskar membuka pembicaraan sambil menghitung-hitung uang, layaknya bos para pengamen.
“ini kak.” Ku keluarkan semua uang di saku rok ku. Mungkin sekitar 40 ribu
Sebelum pulang, kak Naskar membeli 9 gelas monty, berjam-jam jualan akhirnya terbalaskan dengan segelas monty. Alhamdulillah yah. Patut disyukuri.
11.00 pagi menjelang siang.
Karena kak Rahmat sebagai pengantar awalku pulang duluan, akhirnya perjalanan pulang kali ini aku diantar kak Arham.
“Makasih kak.” Ucapku setelah sampai depan pagar asrama unhas.
Sampai di kamar ramsis langsung kurebahkan diriku di kasur. Ku usap peluh di wajahku, meregangkan semua otot-ototku, menghela napas panjang dan memejamkan kedua mataku.
Tiba-tiba terbayang wajah ayah dan ibuku. “Ya Allah, ternyata cari uang itu susah”, gumamku dalam hati.
The End
Radiah Annisa
Jurusan sastra Inggris
  nb: sebagai kenangan kebersamaan di Hasanuddin English Community (HEC)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jangan Sampai Mereka Tahu Aku Lesbi

Puisi: Tugu Monas Ibu Kota

Namaku dari Sudut Pandang Makhluk Lain